Artikel
Dampak Buruk Polusi
Minggu, 7 Januari 2018 00:00 WIB

 

Bicara polusi udara, saat ini World Health Organization (WHO) mencatat lebih dari 80 persen masyarakat yang tinggal di daerah urban terpapar polusi yang sudah melebihi ambang batas aman yang ditetapkan.

 

Secara alami, pada dasarnya alam mampu mendaur ulang berbagai jenis limbah yang dihasilkan oleh mahluk hidup. Namun, bila hasil limbah tidak sebanding dengan laju proses daur ulang maka pencemaran akibat polusi pun tak dapat dihindari.

 

Menurut Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 1999 pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

 

Padahal, lingkungan yang terpapar polusi menjadi sumber timbulnya berbagai masalah, mulai dari masalah kesehatan hingga masalah lingkungan. Dr. Flavia Bustreo, WHO Assistant-Director General, Family, Women and Children’s Health mengatakan, kualitas udara buruk merupakan biang keladi timbulnya berbagai macam penyakit, bahkan hingga kematian. Stroke, kanker paru-paru, penyakit jantung, dan penyakit pernapasan akut menjadi ancaman bagi mereka yang tinggal di daerah dengan kualitas udara buruk.

 

Dr. Flavia juga menambahkan, orang yang paling merasakan dampak dari buruknya kualitas udara adalah para orang tua, mereka yang termasuk kalangan ekonomi bawah, dan anak-anak.

 

Banyak hal yang dapat memicu meningkatnya polusi, salah satunya bisa jadi aktivitas sehari-hari yang kita lakukan, seperti penggunaan kendaraan pribadi, aktivitas pabrik, hingga penggunaan listrik yang tidak efisien yang juga menyumbang pertambahan CO2 di udara.

 

Di Indonesia misalnya, bukan tidak mungkin masalah polusi akan terus meningkat jika belum ada kebijakan pemerintah yang mengatur tentang hal ini. Terlebih lagi jika dibarengi dengan terus meningkatnya angka penduduk di kota-kota besar.

 

Tak hanya berdampak pada kesehatan penduduknya, dalam skala yang lebih besar dan jangka panjang, polusi udara memicu tercetusnya efek rumah kaca yang berdampak pada timbulnya perubahan iklim.

 

Meningkatnya kadar CO2 di atmosfer menghalangi pancaran panas yang dihasilkan oleh bumi sehingga panas bumi akan memantul dan kembali ke bumi. Inilah yang kemudian disebut dengan efek rumah kaca.

 

Langkah nyata yang dapat diambil untuk membantu menanggulangi efek rumah kaca adalah dengan menekan angka CO2 di udara dengan membentuk jalur hijau. Adalah trembesi, jenis pohon yang dapat dijadikan pilihan untuk membentuk jalur hijau dalam rangka menekan emisi CO2.

 

Trembesi merupakan jenis pohon peneduh yang memiliki kemampuan menyerap CO2 paling baik dibandingkan dengan pohon jenis lain, seperti akasia dan kenanga. Dalam satu tahun, satu pohon trembesi dapat menyerap CO2 hingga 28,5 juta ton.

 

Jika satu pohon memiliki kemampuan menyerap CO2 dengan jumlah itu, bayangkan besarnya potensi penyerapan CO2 jika satu jalur hijau diisi dengan 100 pohon trembesi. Bahkan, penanaman trembesi yang terencana, diprediksi mampu mengurangi jejak karbon hingga 26 persen.